Senin, 17 Juni 2013

Jerman Dijuluki Rumah Bordil Terbesar di Eropa

BERLIN, (TRIBUNEKOMPAS)
By: Alex.

- Dengan pakaian kulit ketat dan tas bergelantungan di pinggang mereka, pekerja seks tampak menunggu di pinggir jalan dekat Hauptbahnhof, salah satu pusat belanja dan hiburan tersibuk di Berlin. Ini adalah pemandangan yang akrab sebelum gelap di ibukota negara yang telah dijuluki "rumah bordil terbesar di Eropa" itu.

Perdagangan seks di Jerman meningkat secara dramatis sejak prostitusi dibebaskan pada tahun 2002. Lebih dari satu juta pria membayar untuk seks setiap hari di Jerman, kata sebuah film dokumenter "Sex - Made in Jerman", yang disiarkan pekan ini di lembaga penyiaran publik Jerman, ARD.

Berdasarkan hasil dua tahun penelitian dengan menggunakan kamera tersembunyi, film garapan Sonia Kennebeck dan Tina Soliman itu memperlihatkan bordil kelas flat di mana orang membayar 49 euro atau sekitar Rp 650 ribu untuk seks yang mereka inginkan. Ada kenaikan angka pariwisata seks, yang pelanggannya adalah laki-laki dari Asia, Timur Tengah, dan Amerika Utara yang datang ke Jerman untuk kebutuhan itu.

Hukum Jerman yang mengatur perdagangan seks dianggap salah satu yang paling liberal di dunia. Ini disahkan oleh koalisi pemerintah sebelumnya, yang terdiri dari Partai Sosial Demokrat (SPD) dan Partai Hijau, dalam upaya untuk memperkuat hak-hak pekerja seks dan memberikan mereka akses atas asuransi kesehatan dan manfaat lainnya.

Sejak itu, kawasan lampu merah telah menjadi lebih menonjol di berbagai kota besar Jerman seperti Berlin, Frankfurt, dan Hamburg, di mana Reeperbahn terkenal sebagai tempat perdagangan seks. Selama Piala Dunia 2006 di Jerman, pelacuran muncul dekat dengan stadion sepak bola di seluruh negeri untuk memenuhi hasrat seks para penggemar sepak bola sebelum dan sesudah pertandingan.

Tetapi lebih dari 10 tahun setelah undang-undang disahkan, kritikus menjadi semakin vokal atas undang-undang ini. Mereka berpendapat bahwa meskipun mungkin regulasi itu bermanfaat bagi pekerja seks, itu juga membuat lebih mudah bagi wanita dari Eropa Timur dan negara-negara di luar Uni Eropa untuk dipaksa menjadi pelacur oleh para pelaku perdagangan manusia. Dua pertiga dari 400.000 pekerja seks Jerman berasal dari luar negara ini.

"Perempuan migran yang tidak tahu bahasa setempat sangat tergantung pada orang-orang untuk membawa mereka ke sini dan menunjukkan kepada mereka keadaan di sekitar," kata Roshan Heiler, kepala konseling Solwodi cabang Aachen. Solwodi adalah organisasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang dipaksa menjadi pelacur.

Dia mengaku tidak terkejut dengan jumlah orang yang sekarang ini membeli seks di Jerman. "Saya pikir itu hanya akibat dari legalisasi," katanya. "Orang-orang tidak dituntut (karena melakukannya) dan harganya juga murah."

Sementara itu, Monika Lazar, juru bicara isu perempuan untuk Alliance 90/Greens party, membela regulasi itu dan mengatakan bahwa membuat prostitusi kembali jadi ilegal itu bukan cara untuk memperbaiki kondisi kerja. "Pelacuran masih mendapat stigma sosial, dan itu tidak berubah dalam beberapa tahun setelah undang-undang itu diberlakukan," katanya. "Tetapi hukum ini membantu untuk memperkuat posisi pekerja seks dan memastikan perempuan, dan laki-laki, jauh lebih terlindungi."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar